Konflik pertanahan (tanah waris)
YTH Bpk/ibu Admin Konsultasi Hukum Online Magelang Perkenalkan nama saya Hendy, usia saya 39 tahun, pendidikan saya D3 Komputer Akuntansi pengalaman kerja saya pernah bekerja sebagai Head IT di salah satu perusahaan swasta. Setelah itu saya bekerja di sektor informal dan terakhir bekerja di rumah dengan memanfaatkan Internet. Maksud dari tulisan ini saya ingin berkonsultasi mengenai permasalahan keluarga atas dugaan ketidakadilan yang berkaitan dengan tanah waris yang berlokasi di Kota Magelang dan di kabupaten Magelang dan sudah terjadi sejak lebih dari 20 tahun yang lalu dimana ayah saya masih hidup sampai sekarang di lihat dari sudut pandang hukum. Alasan kenapa saya baru menyuarakan dan mencari keadilan sejak setahun ini mungkin bisa di lihat dalam uraian kronologi di bawah ini. Mengenai usaha yang sudah saya lakukan dalam mencari keadilan yaitu sudah mengadu dan berkonsultasi secara online kepada Komnas HAM dan bukti surat balasan dari Komnas HAM saya lampirkan bersamaan dengan tulisan saya ini, selain itu saya juga sudah mengadu/melapor/meminta informasi mengenai masalah ini kepada instansi pemerintah bidang pertanahan yaitu Kementerian ATR/BPN secara online dan rahasia dengan no Laporan #5086009 ,dan aduan itu saat ini masih di tujukan kepada Kantor pertanahan kabupaten Magelang sejak Februari 2020. Untuk itu saya juga ingin berkonsultasi kepada Konsultasi Hukum Online daerah Magelang, dan apabila masalah saya ini terdapat pelanggaran Hukum dan Ham agar sekiranya membantu mempercepat masalah ini dan di selesaikan dengan cara musyawarah antar keluarga, agar saya tidak terjadi lagi di kemudian hari. Berikut Kronologinya: Ayah saya MS dan kakak laki2 ayah saya (SNO) adalah warga asli Jawa tengah tepatnya dari Kota Magelang, adalah adik kakak yang merantau ke sekitar kota Bekasi dan kota Jakarta untuk bekerja, yang saya tahu mereka saling membantu dan menghormati, kemudian ayah saya bertemu ibu saya dan kemudian menikah. Setelah itu SNO pensiun dini dan kembali ke kota Magelang dan kembali tinggal bersama kakek nenek saya yang masih hidup, dan ayah saya yang baru menikah tinggal di rumah yang saya tahu milik nenek saya dan juga milik SNO di daerah Kranji kota Bekasi dan memiliki anak yaitu NT dan saya sendiri. Kemudian ketika umur saya 6 tahun atau sekitar tahun 1987, ayah saya di suruh tinggal oleh SNO di rumah daerah Jatiwaringin atau jati Cempaka tepatnya jln Anugerah raya no 34/ atau jln Wadas raya no 5. Lalu setelah kami menempati rumah tersebut, SNO memberi tahu ayah saya bahwa salah satu tanah warisnya di ambil dan di tukar dan surat tanah yang lainnya di pegang dan akan mengurusnya agar tidak di patok orang. Kemudian beberapa tahun kemudian, adik laki2 ayah saya MM ingin juga tinggal di rumah tersebut dan ingin menguasainya dengan alasan tanah warisnya sudah di rusak SNO. Sejak saat itulah menurut saya paman saya MM membenci ayah saya dan mengintimidasi kami sekeluarga untuk segera pindah, karena menghalangi niat nya untuk menguasai tanah pribadi SNO. Ayah saya sudah berusaha untuk berdamai dengan MM untuk tinggal bersama dan berusaha bersama sampai tanah waris ayah saya laku dengan harga wajar dan bisa membeli rumah sendiri. Bahkan ayah saya pernah menyerahkan rumah kecil di daerah Pekayon kota Bekasi dari hasil sendiri kepada MM untuk kepentingan usaha yang akhirnya di jual oleh paman saya MM, dan ibu saya pernah menyerahkan uang jutaan untuk kepentingan usaha tetapi tidak di jalankan oleh MM. Pada saat itulah ayah saya mendengar dan mendapat laporan dari kerabat jauh mengenai tanah warisnya ada yang di jual oleh Kakak perempuan ayah saya SNI yang saya tahu di jual kepada Pemda Kota Magelang terkait pembebasan lahan di daerah Sanden yang kalau tidak salah saat ini sudah menjadi gedung GOR Samapta Sanden Magelang yang saya tahu nilainya Milyaran. Dengan alasan sudah membatu memberikan uang untuk keperluan mendesak ayah saya sekitar 5 juta yang sisanya saya sendiri yang menagih dengan sedikit memaksa dan bahkan SNI mengaku telah menjual dan ada juga kakak ayah saya yang lain yang ikut menjual tanah tersebut. Setelah itulah paman saya semakin mendesak agar kami segera pindah dan bahkan mendirikan bangunan baru di depan bangunan lama rumah atau tempat tinggal kami dengan jarak 1 meter serta menutup jendela dan lubang angin. Padahal uang yang di pakai untuk membangun Gedung 3 lantai itu menurut dugaan saya adalah uang ayah saya juga dari hasil menjual rumah ayah saya di daerah Pekayon -+ 100 juta dan juga uang ibu saya sekitar -+40 juta, karena paman saya MM yang saya tahu saat itu tidak bekerja dan juga belum pernah menjual tanah waris nya. Dan saat terakhir kami tinggal di sana ayah saya sudah mulai sakit2an dan kakak laki-laki saya NT sudah mulai muncul gejala2 gangguan jiwa walaupun masih bekerja. Sekitar tahun 2005, tanah waris ayah saya yang sudah SHM dan sudah di pegang sejak kecil atau masih muda, dan yang saya tahu adalah pemberian langsung oleh kakeknya ayah saya yaitu H Siradj laku terjual dengan harga wajar, dan akhirnya ayah saya membeli rumah setengah jadi di daerah Jakarta timur yang dekat dengan rumah yang di Jatiwaringin atau jati Cempaka tersebut. Karena ayah saya sudah sakit2an dan kakak saya bekerja walaupun sudah ada gangguan jiwa, maka saya yang mengurus renovasi rumah tersebut agar bisa di tempati, tetapi mengenai surat2 rumah tersebut belum selesai sampai balik nama, hanya sampai perjanjian jual beli, karena biaya pengurusan balik nama SHM tersebut besar dan ayah saya ingin fokus renovasi rumah tersebut. Dan sampai saat ini saya belum mengurus balik nama sertifikat tersebut karena trauma dan takut sulit mengurusnya. Setelah kami tinggal di rumah baru tersebut, setahun kemudian ayah saya meninggal, dan beberapa tahun kemudian kakak laki-laki saya NT di rawat di RS jiwa dan menurut dokter penyakit nya skizofrenia. Saat itulah saya menjadi tulang punggung keluarga, menafkahi ibu, adik perempuan saya yang 9 tahun di bawah saya, kakak laki-laki saya yang kemudian menikah dan mempunyai anak dan juga menambah beban saya sebagai penerus ayah saya. Beberapa tahun kemudian adik perempuan saya menikah dan tinggal di rumah di lantai 2 bersama suaminya. Dan saat ini saya tinggal di lantai 1 bersama ibu saya dan kakak laki2 NT penderita skizofrenia yang setiap hari mengamuk, dan ini menyebabkan aktivitas dan pekerjaan saya terganggu dan saya harus menanggung seumur hidup. Sekitar tahun 2005 kami menerima surat yang di tanda tangani SNO agar segera mengirim KTP seluruh anggota keluarga untuk keperluan pembuatan sertifikat tanah waris yang belum bersertifikat, dan sertifikat sudah jadi dan sudah di berikan kepada kami berupa sawah seluas 2800 M2 di daerah Jambawengi Secang kabupaten Magelang. Tetapi saya menduga, tanah waris ayah saya yang saat itu mungkin belum bersertifikat dan di pegang oleh kakak laki-laki ayah saya SNO yang kemudian meninggal dunia, dan setelah itu di pegang oleh ahli warisnya (anaknya) EA ada yang di jual oleh paman saya MM atau juga mungkin anak SNO yaitu EA, karena paman saya MM dan juga anak SNO (EA) pernah 2 kali minta tanda tangan kepada saya dan keluarga saya yang saat itu di beritahu untuk keperluan menjual tanah waris milik nya. Pada sekitar tahun 2018 tanah dan bangunan di jalan Anugerah raya no 34/jalan Wadas raya no 5 di terkena pembebasan lahan proyek kereta cepat JKT-BDG dan ahli waris SNO memberikan kami uang Rp 40 juta, dan paman saya MM memberikan uang sekitar Rp 3 juta. Tetapi menurut saya nilai ini tidak berkeadilan, karena menurut kronologi di atas sejak kami tinggal di rumah tersebut ada dugaan tanah waris ayah saya yang hilang, dan juga menyebabkan keterpurukan, dan gangguan psikologis seluruh anggota keluarga. Selain itu, saya juga menduga adanya penggelapan mengenai rumah peninggalan kakek nenek saya yang beralamat di jalan Nanas pajangan Kramat selatan Magelang Utara, karena sejak dulu awalnya kami di beritahu bahwa rumah itu tidak boleh di jual dan akan di jadikan yayasan, tetapi kemudian kami di suruh menanda tangani pilihan cara pembagian rumah waris dan tertera luasnya hanya 600 M2, sedangkan yang saya tahu luasnya sekitar 1350 M2, dan sampai saat ini tidak tahu kelanjutannya dan saya menduga rumah tersebut sudah di jual sebagian tanpa pemberitahuan kepada kami, paman saya MM terkesan menutupi hal tersebut. Dan menawarkan uang sejumlah uang sekitar 80 juta. Padahal Nilai rumah tersebut bisa mencapai Rp milyaran. Padahal yang saya tahu, nenek saya pernah berkata bahwa rumah tersebut untuk 2 anak laki2 terakhir, yaitu ayah saya MS dan juga paman saya MM. Jadi ada kemungkinan kecil rumah tersebut sudah tercatat atas nama ayah saya MS. Pada bulan April 2019 tahun kemarin, saya sekeluarga bersilaturahmi kepada sepupu saya EA di rumah nya di Kota Magelang dan beliau menyarankan untuk mencari keadilan atas ketidakadilan yang dilakukan paman saya MM dan juga menunjukkan lokasi tanah waris yang seharusnya milik ayah saya dan sudah tercatat walaupun mungkin belum bersertifikat di Sanden Kota Magelang yang lokasinya berdekatan dengan stadion Moch Soebroto yang kalau tidak salah lihat lokasi tersebut sudah berdiri bangunan Gor Samapta. Dan sepepu saya EA memberitahu kami bahwa mempunyai bukti berupa dokumen dan rekaman pembicaraan dengan paman saya MM. Pada saat itu sepupu saya EA mengingatkan bahwa kita merupakan keturunan dari Pangeran Diponegoro dan mengajak kami sekeluarga ke alun-alun Kota Magelang dimana terdapat patung Diponegoro sambil menikmati wedang ronde. Besoknya kamipun di ajak oleh sepepu saya EA ke Gunung Tidar untuk makan siang, dan saat itulah sepupu saya menyuruh saya agar mengajak paman saya MM untuk datang bersama-sama ke Gunung Tidar. Mungkin maksud sepupu saya ini untuk mengetahui siapa yang salah, karena menurut mitos yang saya tahu, siapa yang berbuat salah lalu mendatangi Gunung Tidar akan terkena bencana. Setelah itulah saya berusaha untuk menyuarakan ketidakadilan yang saya alami sekeluarga, dan juga saya mencari asal usul kakek buyut saya yang bernama H Siradj di mesin pencari Google, dan banyak artikel yang membahas H Siradj yang hidup antara 1878-1959 yang kalau saya tidak salah mengira H Siradj tersebut adalah kakek buyut saya. dan dalam banyak artikel tersebut di sebutkan H Siradj adalah seorang ulama yang sangat terkenal pada waktu itu di Magelang dan juga seluruh Indonesia, karena H Siradj tersebut juga merupakan pejuang kemerdekaan dan juga pejuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan beliau lah yang pertama membuat bambu runcing yang kemudian di pakai oleh para pejuang lain, dan menurut informasi yang saya terima waktu saya masih kecil, rumah kakek nenek saya sering menjadi tempat persembunyian para pejuang kemerdekaan. Dan juga saya ingat cerita tentang kakek buyut saya yang pernah menjadi korban penyerangan oleh tentara Belanda tetapi selamat karena granat berubah menjadi batu. Saya juga ingat nenek saya sangat perhatian pada saat saya masih kecil, karena nenek saya Hj Sumirah beberapa kali berteriak memanggil nama saya dan mencari saya karena khawatir saya hilang walaupun saya masih berada di lingkungan rumah nenek saya yang berbeda di kota Magelang. Untuk itu saya mohon melalui konsultasi hukum online Magelang ini agar dapat membantu untuk mempercepat menulusuri riwayat tanah waris ayah saya, apakah ada yang di alihkan dan di jual tanpa sepengetahuan kami, dan apakah dugaan ketidakadilan itu benar atau tidak. Mengenai lampiran sudah saya lampirkan melalui aduan saya di web lapor.go.id, dan akan saya lampirkan ulang jika diminta. Kesimpulan dan hal yang saya ingin tanyakan adalah sbb: 1. Apakah benar tanah waris ayah saya yang mungkin berlokasi di Sanden kota Magelang ada yang di jual oleh kakak perempuan ayah saya SNI serta saudara kandung lainnya? 2. Apakah ada tanah waris ayah saya yang di jual oleh paman saya MM ataupun sepupu saya EA? 3. Informasi mengenai nama pemilik dan luas tanah mengenai rumah peninggalan nenek dan kakek saya yang berlokasi di jalan Nanas pajangan Kramat selatan kota Magelang Utara. Dan kesimpulan menurut saya berdasarkan uraian kronologi di atas, ayah saya adalah korban konflik pertanahan tanah waris antara paman saya MM dengan kakak laki-laki ayah saya SNO. Dan mungkin ada dugaan terkait dengan pembebasan lahan. Sekian uraian kronologi dan pertanyaan yang dapat saya sampaikan, dan jika ada kesalahan penulisan saya mohon maaf sebesar-besarnya.
Komentar (6)
permasalahan pertanahan yang saudara ajukan secara administratif berada di Kota Magelang, bukan di Kabupaten Magelang sehingga koordinasi aduan permasalahan saudara berada merupakan kewenangan Pemerintah Kota Magelang dan BPN Kota Magelang, bukan Pemerintah Kabupaten Magelang dan BPN Kabupaten Magelang.
10 Aug 2020 12:48:49
permasalahan pertanahan yang saudara ajukan secara administratif berada di Kota Magelang, bukan di Kabupaten Magelang sehingga koordinasi aduan permasalahan saudara berada merupakan kewenangan Pemerintah Kota Magelang dan BPN Kota Magelang, bukan Pemerintah Kabupaten Magelang dan BPN Kabupaten Magelang.
10 Aug 2020 12:49:53
permasalahan pertanahan yang saudara ajukan secara administratif berada di Kota Magelang, bukan di Kabupaten Magelang sehingga koordinasi aduan permasalahan saudara berada merupakan kewenangan Pemerintah Kota Magelang dan BPN Kota Magelang, bukan Pemerintah Kabupaten Magelang dan BPN Kabupaten Magelang.
10 Aug 2020 12:53:41
permasalahan pertanahan yang saudara ajukan secara administratif berada di Kota Magelang, bukan di Kabupaten Magelang sehingga koordinasi aduan permasalahan saudara berada merupakan kewenangan Pemerintah Kota Magelang dan BPN Kota Magelang, bukan kewenangan Pemerintah Kabupaten Magelang dan BPN Kabupaten Magelang.
10 Aug 2020 12:54:22
Baik pak, sudah saya baca Lewat email, mohon jangan di publikasikan yah pak masalah ini. Terima kasih.
10 Aug 2020 16:05:54
ya
25 Aug 2020 09:51:25