Pembatalan Perjanjian

Selamat malam, mau bertanya tentang masalah hukum, saya ceritakan kronologinya : pada bulan September kami berniat membeli sebuah rumah dari yang ditawarkan dari sebuah media sosial yang letaknya tidak jauh dari rumah kami (tetangga dusun) dan kebetulan pemiliknya adalah Kakak teman SD. Setelah nego terjadilah deal harga dan sebagainya (kami membayar secara kredit kepada penjual). Ketika kami hendak membayar DP, kami diberitahu bahwa sertifikat sedang digadaikan disebuah koperasi. Penjual meyakinkan bahwa sertifikat aman dan uang DP akan digunakan sebagai syarat untuk mengeluarkan sertifikat. Kami percaya waktu itu dan membayar DP disertai perjanjian yang berakhir bulan Oktober 2021. Setelah kami teken perjanjian ternyata sertifikat sedang masalah : sedang dalam tahap pelelangan. Penjual masih meyakinkan bahwa itu adalah shock terapi dari koperasi. Kami tidak mau membayar sebelum masalah lelang diselesaikan. Maka pembayaran yang semula dimulai Nopember 2020 terpaksa mundur di Desember 2020. Kami harus membayar tanggungan penjual dikoperasi untuk mengeluarkan sertifikat. Setelah kami selesai berurusan dengan koperasi dan sertifikat bisa aman dari lelang, kami membayar kepenjual. Kebetulan kami belum penuh dalam pembayaran (masih kurang 10 juta dan yang sudah kami bayarkan kepada koperasi dan penjual sekitar 579 juta). Dengan alasan kekurangan 10 juta itu, penjual menganggap kami wanprestasi dan berniat membatalkan perjanjian jual beli secara sepihak. Padahal cicilan kurang 2 bulan lagi sudah lunas. Apakah kami bisa menuntut penjual karena membatalkan perjanjian secara sepihak dengan alasan kekurangan 10 juta tersebut ?


Komentar (1)

  • DARMAWAN JS, S.H Admin

    Selamat Pagi Pak Yusyik Wazan,

    Kami asumsikan bahwa jual beli yang bapak lakukan dituangkan dalam perjanjian tertulis dihadapan notaris atau pejabat pemerintahan yang berwenang karena memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.   

    Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan adanya 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian, yakni:

    1.   Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya;

    2.   Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan;

    3.   Suatu hal tertentu; dan

    4.   Suatu sebab (causa) yang halal.

    Persyaratan 1 dan 2 disebut syarat subjektif karena berkenaan dengan subjek perjanjian. Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi maka Perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau sepanjang perjanjian tersebut belum atau tidak dibatalkan pengadilan, maka perjanjian yang bersangkutan masih terus berlaku.

    Persyaratan nomor 3 dan 4 berkenan dengan objek perjanjian dinamakan syarat objektif. Apabila syarat objektif dalam perjanjian tidak terpenuhi maka Perjanjian tersebut batal demi hukum atau perjanjian yang sejak semula sudah batal, hukum menganggap perjanjian tersebut tidak pernah ada.

    Bahwa dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan antara perjanjian yang batal demi hukum dengan perjanjian yang dapat dibatalkan yaitu dilihat adanya unsur sebagaimana dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu dua unsur yang menyangkut  unsur subjektif dan dua unsur yang menyangkut unsur objektif dan pembatalan tersebut dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan.

    Terkait dengan permasalahan yang bapak sampaikan, dapat kami bahwa sampaikan pihak penjual dan pihak pembeli terikat pasal-pasal dalam perjanjian tertulis dimaksud, termasuk hak dan kewajiban Para Pihak. Penjual tidak dapat memutuskan perjanjian secara sepihak tanpa persetujuan pembeli, kecuali pemutusan sepihak tersebut diatur dalam perjanjian.

     

    Demikian semoga dapat membantu


    07 Sep 2021 11:09:05